Negatif
Saya baru saja selesai membaca blog teman saya. Dia bercerita betapa tidak nyamannya nebeng pulang seorang teman. Padahal kalo dipikir, mobilnya mewah, ber-ac, rapi, wangi. Belum lagi dalam perjalanan nebengnya itu, dia dihibur oleh alunan musik dari sound system yang tak bisa dibilang murah. Namun, semuanya tidak membuatnya nyaman.
Lalu apa gerangan yang membuatnya tidak betah? Ternyata selama perjalanan, sang pemilik kendaraan selalu bicara segala hal yang membuat teman saya ini gerah. Selalu bicara negatif tentang kantornya, bosnya, presiden, masyarakat, teman kantor, dan sebagainya. Pendek kata sepertinya tidak ada yang positif sama sekali. "lain kali, saya mendingan naik bis!", katanya. "Ketimbang nebeng tapi mendengar yang negatif terus".
Ternyata kenyaman memang tidak selalu identik dengan kemewahan. Kenyamanan duduk dimobil mewah ber-ac, mungkin kecil nilainya dibandingkan duduk di bus kota yang penuh sesak penumpang. Namun, saya sendiri tidak berpretensi mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang tidak punya rumah, tidur di emperan toko, jauh lebih bahagia, ketimbang saudara-saudaranya pula yang bisa tidur dihotel berbintang. Walaupun, yang tidur di emperan tampaknya lebih lelap dari yang tidur di hotel mentereng tapi mempunyai hutang milyaran.
Saya tidak tahu. Mungkin kenyamanan, ketentraman, dan kebahagiaan, berbicara dengan bahasa sendiri. Celakanya, kita yang selalu ingin berjodoh dengan mereka, berbicara dengan bahasa kita sendiri.
Lalu apa gerangan yang membuatnya tidak betah? Ternyata selama perjalanan, sang pemilik kendaraan selalu bicara segala hal yang membuat teman saya ini gerah. Selalu bicara negatif tentang kantornya, bosnya, presiden, masyarakat, teman kantor, dan sebagainya. Pendek kata sepertinya tidak ada yang positif sama sekali. "lain kali, saya mendingan naik bis!", katanya. "Ketimbang nebeng tapi mendengar yang negatif terus".
Ternyata kenyaman memang tidak selalu identik dengan kemewahan. Kenyamanan duduk dimobil mewah ber-ac, mungkin kecil nilainya dibandingkan duduk di bus kota yang penuh sesak penumpang. Namun, saya sendiri tidak berpretensi mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang tidak punya rumah, tidur di emperan toko, jauh lebih bahagia, ketimbang saudara-saudaranya pula yang bisa tidur dihotel berbintang. Walaupun, yang tidur di emperan tampaknya lebih lelap dari yang tidur di hotel mentereng tapi mempunyai hutang milyaran.
Saya tidak tahu. Mungkin kenyamanan, ketentraman, dan kebahagiaan, berbicara dengan bahasa sendiri. Celakanya, kita yang selalu ingin berjodoh dengan mereka, berbicara dengan bahasa kita sendiri.