Tuesday, February 08, 2005

Negatif

Saya baru saja selesai membaca blog teman saya. Dia bercerita betapa tidak nyamannya nebeng pulang seorang teman. Padahal kalo dipikir, mobilnya mewah, ber-ac, rapi, wangi. Belum lagi dalam perjalanan nebengnya itu, dia dihibur oleh alunan musik dari sound system yang tak bisa dibilang murah. Namun, semuanya tidak membuatnya nyaman.

Lalu apa gerangan yang membuatnya tidak betah? Ternyata selama perjalanan, sang pemilik kendaraan selalu bicara segala hal yang membuat teman saya ini gerah. Selalu bicara negatif tentang kantornya, bosnya, presiden, masyarakat, teman kantor, dan sebagainya. Pendek kata sepertinya tidak ada yang positif sama sekali. "lain kali, saya mendingan naik bis!", katanya. "Ketimbang nebeng tapi mendengar yang negatif terus".

Ternyata kenyaman memang tidak selalu identik dengan kemewahan. Kenyamanan duduk dimobil mewah ber-ac, mungkin kecil nilainya dibandingkan duduk di bus kota yang penuh sesak penumpang. Namun, saya sendiri tidak berpretensi mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang tidak punya rumah, tidur di emperan toko, jauh lebih bahagia, ketimbang saudara-saudaranya pula yang bisa tidur dihotel berbintang. Walaupun, yang tidur di emperan tampaknya lebih lelap dari yang tidur di hotel mentereng tapi mempunyai hutang milyaran.

Saya tidak tahu. Mungkin kenyamanan, ketentraman, dan kebahagiaan, berbicara dengan bahasa sendiri. Celakanya, kita yang selalu ingin berjodoh dengan mereka, berbicara dengan bahasa kita sendiri.

Your Ad Here

Monday, February 07, 2005

Berjiwa Besar

Di suatu sore, saya melintas dibilangan Jakarta Selatan. Sejenak saya teringat bawa hari itu adalah hari pertunangan seorang sahabat baik saya dengan calon pendamping setianya kelak. Tertegun sesaat, mengingat diri saya sendiri. Ada rasa iri melintas sesaat mengingat sahabat saya itu jauh lebih muda dari dari saya. Dia sudah berani mengambil tantangan kehidupan yang jauh lebih sulit.

Suara hati yang paling dalam tiba-tiba mengingatkan saya, betapa banyaknya ukuran-ukuran yang kita pakai untuk melihat diri kita berhasil atau sukses dalam hidup ini. Celakanya semua ukuran itu dibuat oleh orang lain. Bukan ukuran yang memang fit untuk diri kita saat ini. Sering kita mengukur sukses kita dengan kacamata orang lain, bukan dari keinginan dari dalam diri kita sendiri.

Akhirnya kita sering meriang melihat tetangga sebelah pasang tv kabel baru. Jatuh sakit saat melihat garasi teman kita sudah terisi honda jazz terbaru. Buru-buru resign kantor saat melihat teman seangkatan kita dipromosi terlebih dahulu. Padahal semua itu justru tidak membebaskan kita, karena hal hal yang tampak dipermukaan seperti itu, yang tampaknya kita inginkan, ternyata bukan hal yang benar benar kita inginkan dilubuk kita yang paling dalam.

Bagaimana kalau memang karir, kekayaan, menikah memang impian kita? Saya yakin bahwa dunia ini diciptakan bukan untuk saling berlomba dimana sang pemenang adalah seorang yang mencapai garis finish terlebih dahulu. Saya bahkan percaya bahwa siapapun yang mencapai garis finish selambat apapun, juga layak disebut pemenang.

Sore itu saya kembali tersenyum. Seucap doa kecil saya lantunkan untuk kebahagiaan sahabat saya. Tak sabar untuk menghadiri pernikahannya di pertengahan tahun ini.

Your Ad Here

Doa Anda Pasti Dikabulkan

Anda pernah berdoa? Pertanyaan bodoh mungkin, tapi ini maksud saya; tulisan saya berikut ini adalah untuk Anda, orang-orang yang pernah berdoa. Lebih khusus lagi orang-orang yang pernah marah ketika berdoa dan (merasa) doanya tidak dikabulkan. Saya termasuk orang-orang yang seperti itu. Sampai seorang sahabat saya mengatakan bahwa doa tidak pernah tidak didengar oleh Tuhan. Namun dikabulkan atau tidak, itu persoalan yang berbeda. Paling tidak, masih menurut teman saya, kalau Anda merasa tidak ada doa yang dikabulkan, mungkin:

-Tuhan mengabulkan doa kita, namun bukan sekarang, melainkan di waktu yang akan datang. Bisa jadi karena kita sendiri belum pantas, belum siap, atau sebuah permohonan akan lebih berguna di waktu yang akan datang, bukan sekarang.

-Tuhan mengabulkan doa kita, namun bukan dengan cara yang seperti bayangan kita. Kita ingin jadi seorang penulis dan kita mati-matian belajar untuk masuk jurusan sastra. Ternyata tidak lulus ujian masuknya. Mungkin saat itu Anda marah, kenapa tidak lulus dan kelihatannya Tuhan tidak berpihak kita. Saat itu kehidupan Anda berjalan terus, mengikuti takdirNYA, dan somehow Anda akhirnya jadi penulis, seperti impian Anda.

Yang pasti, libatkan Tuhan dalam kehidupan Anda. Entah bagaimana caranya, entah apapun agama Anda. Jangan pernah berburuk sangka terhadapNYA. Tantangan kehidupan ini rasanya lebih ringan dengan kita melibatkanNYA.

Your Ad Here